Struktur organisasi kapal
terdiri dari seorang Nakhoda selaku pimpinan umum di atas kapal dan
Anak Buah kapal yang terdiri dari para perwira kapal dan non
perwira/bawahan (subordinate crew). Struktur
organisasi kapal diatas bukanlah struktur yang baku, karena tiap kapal
bisa berbeda struktur organisaninya tergantung jenis, fungsi dan kondisi
kapal tersebut. Selain jabatan-jabatan tersebut dalam contoh struktur
organisasi kapal diatas, masih banyak lagi jenis jabatan di kapal,
diluar jabatan Nakhoda.
Misalnya
di kapal pesiar ada jabatan-jabatan Bar-tender, cabin-boy, swimming-pool
boy, general purpose dan lain sebagainya. Dikapal lain misalnya
terdapat jabatan juru listrik (electrician), greaser dan lain
sebagainya. Semua orang yang mempunyai jabatan di atas kapal itu disebut
Awak kapal, termasuk Nakhoda, tetapi Anak kapal atau Anak Buah Kapal
(ABK) adalah semua orang yang mempunyai jabatan diatas kapal kecuali
jabatan Nakhoda
.
.
Untuk kapal penangkap ikan masih ada
jabatan lain yaitu Fishing master, Boy-boy (pembuang umpan, untuk kapal
penangkap pole and Line (cakalang), dlsb.
Nakhoda Kapal
UU. No.21 Th. 1992 dan juga pasal 341.b
KUHD dengan tegas menyatakan bahwa Nakhoda adalah pemimpin kapal,
kemudian dengan menelaah pasal 341 KUHD dan pasal 1 ayat 12 UU. No.21
Th.1992, maka definisi dari Nakhoda adalah sebagai berikut:
“ Nakhoda kapal ialah seseorang yang sudah menanda tangani Perjanjian Kerja Laut (PKL) dengan Pengusaha Kapal dimana dinyatakan sebagai Nakhoda, serta memenuhi syarat sebagai Nakhoda dalam arti untuk memimpin kapal sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku “ Pasal 342 KUHD secara ekplisit menyatakan bahwa tanggung jawab atas kapal hanya berada pada tangan Nakhoda, tidak ada yang lain. Jadi apapun yang terjadi diatas kapal menjadi tanggung jawab Nakhoda, kecuali perbuatan kriminal.
“ Nakhoda kapal ialah seseorang yang sudah menanda tangani Perjanjian Kerja Laut (PKL) dengan Pengusaha Kapal dimana dinyatakan sebagai Nakhoda, serta memenuhi syarat sebagai Nakhoda dalam arti untuk memimpin kapal sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku “ Pasal 342 KUHD secara ekplisit menyatakan bahwa tanggung jawab atas kapal hanya berada pada tangan Nakhoda, tidak ada yang lain. Jadi apapun yang terjadi diatas kapal menjadi tanggung jawab Nakhoda, kecuali perbuatan kriminal.
Misalkan seorang Mualim sedang bertugas
dianjungan sewaktu kapal mengalami kekandasan. Meskipun pada saat itu
Nakhoda tidak berada di anjungan, akibat kekandasan itu tetap menjadi
tanggung jawab Nakhoda. Contoh yang lain seorang Masinis sedang bertugas
di Kamar Mesin ketika tiba-tiba terjadi kebakaran dari kamar mesin.
Maka akibat yang terjadi karena kebakaran itu tetap menjadi tanggung
jawab Nakhoda. Dengan demikian secara ringkas tanggung jawab Nakhoda
kapal dapat dirinci antara lain :
- Memperlengkapi kapalnya dengan sempurna
- Mengawaki kapalnya secara layak sesuai prosedur/aturan
- Membuat kapalnya layak laut (seaworthy)
- Bertanggung jawab atas keselamatan pelayaran
- Bertanggung jawab atas keselamatan para pelayar yang ada diatas kapalnya
- Mematuhi perintah Pengusaha kapal selama tidak menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku
Jabatan-jabatan Nakhoda diatas kapal yang diatur oleh peraturan dan perundang-undangan yaitu :
- Sebagai Pemegang Kewibawaan Umum di atas kapal. (pasal 384, 385 KUHD serta pasal 55 UU. No. 21 Th. 1992).
- Sebagai Pemimpin Kapal. (pasal 341 KUHD, pasal 55 UU. No. 21 Th. 1992 serta pasal 1/1 (c) STCW 1978).
- Sebagai Penegak Hukum. (pasal 387, 388, 390, 394 (a) KUHD, serta pasal 55 No. 21 Th. 1992).
- Sebagai Pegawai Pencatatan Sipil. (Reglemen Pencatatan Sipil bagi Kelahiran dan Kematian, serta pasal 55 UU. No. 21. Th. 1992).
- Sebagai Notaris. (pasal 947 dan 952 KUHPerdata, serta pasal 55 UU. No. 21, Th. 1992).
1. Nakhoda sebagai Pemegang Kewibawaan Umum
Mengandung pengertian bahwa semua orang yang berada di atas kapal, tanpa kecuali harus taat serta patuh kepada perintah-perintah Nakhoda demi terciptanya keamanan dan ketertiban di atas kapal. Tidak ada suatu alasan apapun yang dapat dipakai oleh orang-orang yang berada di atas kapal untuk menentang perintah Nakhoda sepanjang perintah itu tidak menyimpang dari peraturan perundang-undangan. Aetiap penentangan terhadap perintah Nakhoda yang demikian itu merupakan pelanggaran hukum, sesuai dengan pasal 459 dam 460 KUH. Pidana, serta pasal 118 UU. No.21, Th. 1992. Jadi menentang perintah atasan bagi awak kapal dianggap menentang perintah Nakhoda karena atasan itu bertindak untuk dan atas nama Nakhoda.
Mengandung pengertian bahwa semua orang yang berada di atas kapal, tanpa kecuali harus taat serta patuh kepada perintah-perintah Nakhoda demi terciptanya keamanan dan ketertiban di atas kapal. Tidak ada suatu alasan apapun yang dapat dipakai oleh orang-orang yang berada di atas kapal untuk menentang perintah Nakhoda sepanjang perintah itu tidak menyimpang dari peraturan perundang-undangan. Aetiap penentangan terhadap perintah Nakhoda yang demikian itu merupakan pelanggaran hukum, sesuai dengan pasal 459 dam 460 KUH. Pidana, serta pasal 118 UU. No.21, Th. 1992. Jadi menentang perintah atasan bagi awak kapal dianggap menentang perintah Nakhoda karena atasan itu bertindak untuk dan atas nama Nakhoda.
2. Nakhoda sebagai Pemimpin Kapal
Nakhoda bertanggung
jawab dalam membawa kapal berlayar dari pelabuhan satu ke pelabuhan lain
atau dari tempat satu ke tempat lain dengan selamat, aman sampai tujuan
terhadap penumpang dan segala muatannya.
3. Nakhoda sebagai Penegak Hukum
Nakhoda adalah sebagai penegak atau abdi
hukum di atas kapal sehingga apabila diatas kapal terjadi peristiwa
pidana, maka Nakhoda berwenang bertindak selaku Polisi atau Jaksa. Dalam
kaitannya selaku penegak hukum, Nakhoda dapat mengambil tindakan antara
lain :
- Menahan/mengurung tersangka di atas kapal
- Membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
- Mengumpulkan bukti-bukti
- Menyerahkan tersangka dan bukti-bukti serta Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) pada pihak Polisi atau Jaksa di pelabuhan pertama yang disinggahi.
4. Nakhoda sebagai Pegawai Catatan Sipil
Apabila diatas kapal terjadi
peristiwa-peristiwa seperti kelahiran dan kematian maka Nakhoda
berwenang bertindak selaku Pegawai Catatan Sipil. Tindakan-tindakan yang
harus dilakukan Nakhoda jika di dalam pelayaran terjadi kelahiran
antara lain :
1. Membuat Berita Acara Kelahiran dengan 2 orang saksi (biasanya Perwira kapal)
2. Mencatat terjadinya kelahiran tersebut dalam Buku Harian Kapal
3. Menyerahkan Berita Acara Kelahiran tersebut pada Kantor Catatan Sipil di pelabuhan pertama yang disinggahi Jikalau terjadi kematian :
1. Membuat Berita Acara Kematian dengan 2 orang saksi (biasanya Perwira kapal)
2. Mencatat terjadinya kematian tersebut dalam Buku Harian Kapal
3. Menyerahkan Berita Acara Kematian tersebut pada Kantor Catatan Sipil di pelabuhan pertama yang disinggahi
4. Sebab-sebab kematian tidak boleh ditulis dalam Berita Acara
Kematian maupun Buku Harian Kapal, karena wewenang membuat visum ada pada tangan dokter Apabila kelahiran maupun kematian terjadi di luar negeri, Berita Acaranya diserahkan pada Kantor Kedutaan Besar R.I. yang berada di negara yang bersangkutan.
1. Membuat Berita Acara Kelahiran dengan 2 orang saksi (biasanya Perwira kapal)
2. Mencatat terjadinya kelahiran tersebut dalam Buku Harian Kapal
3. Menyerahkan Berita Acara Kelahiran tersebut pada Kantor Catatan Sipil di pelabuhan pertama yang disinggahi Jikalau terjadi kematian :
1. Membuat Berita Acara Kematian dengan 2 orang saksi (biasanya Perwira kapal)
2. Mencatat terjadinya kematian tersebut dalam Buku Harian Kapal
3. Menyerahkan Berita Acara Kematian tersebut pada Kantor Catatan Sipil di pelabuhan pertama yang disinggahi
4. Sebab-sebab kematian tidak boleh ditulis dalam Berita Acara
Kematian maupun Buku Harian Kapal, karena wewenang membuat visum ada pada tangan dokter Apabila kelahiran maupun kematian terjadi di luar negeri, Berita Acaranya diserahkan pada Kantor Kedutaan Besar R.I. yang berada di negara yang bersangkutan.
↪ Amalbugiez™
0 komentar anda:
Posting Komentar